BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Di Indonesia sendiri kita ketahui bahwa negara
kita memiliki banyak pulau dan tradisi masing-masing. Begitu juga dengan
negara-negara lainnya. Salah satu yang akan dibahas yaitu tentang adat
pernikahannya. Tentang bagaimana dan apa saja yang dibutuhkan dalam
pernikahannya sesuai adat negara. Dalam makalah ini kami memilih negara jepang
sebagai objek kami dikarenakan negara Jepang adalah salah satu negara yang
melestarikan budayanya seiring dengan perkembangan jaman. Di Jepang sendiri yang sudah maju akan
teknologinya yang canggih, masih tertanam tradisi-tradisi luhur yang sudah lama
sekali mereka jalani. Berawal dari ketertarikan inilah kami membahas tentang
adat budaya pernikahan di Jepang.
- Rumusan
Masalah
1.
Bagaiman perayaan pernikahan
di Jepang
2.
Bagaimana tata cara
pernikahan adat di negara Jepang
3.
Bagaiman tata cara
pernikahan modern di jepang
4.
Hal yang Perlu Diperhatikan Apabila Menerima
Undangan Pernikahan di Jepang
C. TUJUAN PENULISAN
Untuk memberikan penjelasan mengenai adat pernikaan negara lain.
D. MANFAAT PENULISAN
1.
Secara teoritis memberikan sumbangan
ilmiah dan keilmuan pendidikan
2.
Secara praktis dapat mengetahui tentang adat
dan budaya negara lain
BAB II
ADAT PERNIKAHAN DI JEPANG
TRADISIONAL DAN MODERN
- Cara Perayaan Pernikahan
di Jepang
Perayaan pernikahan di Jepang
biasanya diadakan pada musim semi dan musim gugur, karena pada saat musim semi
dan musim gugur dianggap sebagai hari baik untuk melangsungkan upacara
pernikahan. Masyarakat Jepang masih percaya dengan kalender Jepang yang
menerangkan hari baik dan buruk. Ada dua cara perayaan pernikahan di Jepang,
yaitu dengan cara tradisional (upacara Shinto / shinzen kekkon shiki) dan
dengan cara modern (pernikahan ala Barat / kirisuto-kyou shiki).
B.
Tata
Cara Pernikahan Tradisional di Jepang
Pernikahan tardisional Jepang
dilangsungkan di Kuil dengan sistem Budha atau biasa dikenal dengan pernikahan
Shinto. Dalam adat ini, pasangan pengantin memakai pakaian tradisional kimono.
Pengantin perempuan memakai kimono tradisional pernikahan (shiromuku/kimono
putih), sedangkan pengantin laki-laki memakai montsuki haori hakama (kimono
resmi dengan hakama).
Pengantin perempuan biasanya akan
diminta memilih antara dua topi pernikahan tradisional. Satu adalah penutup
kepala pernikahan berwarna putih yang disebut tsunokakushi (penutup dahi) yang
bermakna “menyembunyikan tanduk”. Tutup kepala ini dipenuhi dengan ornamen
rambut kanzashi di bagian atasnya dan mempelai perempuan mengenakannya sebagai
tudung untuk menyembunyikan “tanduk kecemburuan”, kekakuan dan egoisme dari ibu
mertua yang sekarang akan menjadi kepala keluarga.
Penutup kepala yang ditempelkan pada
kimono putih pengantin perempuan, juga melambangkan ketetapan hatinya untuk
menjadi istri yang patuh dan lembut dan kesediannya untuk melaksanakan perannya
dengan kesabaran dan ketenangan.
Hiasan kepala tradisional lain yang
dapat dipilih pengantin perempuan adalah wataboushi (tudung pengantin). Jika
menggunakan wataboushi, wajah pengantin perempuan benar-benar tersembunyi dari
siapapun kecuali pengantin pria. Hal ini menunjukkan kesopanan, yang sekaligus
mencerminkan kualitas kebijakan yang paling dihargai dalam pribadi perempuan.
Ibu sang pengantin perempuan
menyerahkan anak perempuannya dengan menurunkan tudung sang anak dan ayah dari
pengantin perempuan mengikuti tradisi berjalan mengiringi anak perempuannya
menuju altar seperti yang dilakukan para ayah dalam pernikahan ala Barat.
Biasanya sebelum upacara
dilaksanakan, sang pengantin wanita "diwarnai" dengan bedak putih
dari ujung kepala hingga ujung kaki sebagai simbol bahwa sang pengantin masih
suci dihadapan para dewa.
Pernikahan Shinto bersifat
sangat pribadi hanya dihadiri anggota keluarga dan kerabat dekat dan pernikahan
dipimpin oleh pendeta shinto.
Di awal upacara pernikahan, pasangan
disucikan oleh pendeta Shinto. Kemudian pasangan mengikuti sebuah ritual yang
dinamakan san-sankudo. Selama ritual ini, pengantin perempuan dan laki-laki
bergiliran menghirup sake, masing-masing menghirup sembilan kali dari tiga
cangkir yang disediakan. Saat pengantin perempuan dan laki-laki mengucap janji,
keluarga mereka saling berhadapan (umumnya kedua pengantin yang saling
berhadapan). Setelah itu, anggota keluarga dan kerabat dekat dari kedua
pengantin saling bergantian meminum sake dan hal tersebut menandakan persatuan
atau ikatan melalui pernikahan.
Upacara ditutup dengan mengeluarkan
sesaji berupa ranting Sakaki (pohon suci dalam agama Shinto) yang ditujukan
kepada Dewa Shinto. Tujuan dari ritual Shinto adalah untuk mengusir roh-roh
jahat dengan cara pembersihan, doa, dan persembahan kepada Dewa.
Prosesi dalam pernikahan Shinto ini
berlangsung sangat singkat dan sederhana tetapi berjalan dengan sangat khidmat.
Prosesi tersebut memiliki makna untuk memperkuat janji pernikahan dan mengikat pernikahan
fisik kedua mempelai secara rohani.
Di akhir resepsi pernikahan,
tandamata atau hikidemono seperti permen, peralatan makan, atau pernak-pernik
pernikahan, diletakkan dalam sebuah tas dan diberikan kepada para tamu untuk
dibawa pulang.
Selain itu juga ada tradisi setelah
perkawinan dimana mereka minum-minuman yang dikenal sake yang dituangkan oleh
dua orang gadis ke dalam susunan tiga gelas satu diatas yang lainnya. Pengantin
laki-laki dan perempuan ini bergiliran yang mengindikasikan mereka membagi suka
dan duka. Dan setelah gelas ketiga, perantara mengumumkan bahwa mereka telah
menikah sebagaimana mestinya pada akhir perjamuan para laki-laki.
C.
Tata
Cara Pernikahan Modern di Jepang
Pernikahan modern Jepang biasanya
dilangsungkan di Gereja dengan sistem agama Kristen walaupun ke dua pengantin
tidak beragama Kristen. Pernikahan ini juga tetap dipimpin oleh seorang
pendeta. Dalam pernikahan modern, pasangan pengantin biasanya menggunakan baju
/ gaun pengantin berwarna putih. Selain itu, ada juga upacara pemotongan kue,
pertukaran cincin, dan prosesi-prosesi yang ada di dalam pernikahan Barat.
D.
Hal
yang Perlu Diperhatikan Apabila Menerima Undangan Pernikahan di Jepang
Di Jepang apabila menerima sebuah
surat undangan pernikahan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Menjawab Undangan
Pernikahan
Setelah undangan diterima,
diharuskan segera membalas isi undangan tersebut, dengan mengirimkan kartu pos
apakah dapat hadir atau tidak.
Jika Tidak Dapat Hadir
a. Dalam kartu pos dituliskan
ucapan selamat & alasan tidak bisa hadir.
b. Mengirimkan hadiah tanda ikut
bergembira. Tetapi ada beberapa barang yang tidak bisa diberikan karena
dipercaya orang jepang dapat merusak kehidupan rumah tangganya yaitu :
- Pisau, gunting, dan barang-barang
yang dapat memutuskan sesuatu, karena khawatir akan memutuskan ikatan
pernikahan.
- Barang pecah belah sepeti gelas
kaca, keramik, karena khawatir akan memecah
belah kerukunan berumah tangga.
Jika Dapat Hadir
a. Dalam kartu pos dituliskan
ucapan selamat & terima kasih atas undangan tersebut,
2. Pakaian Yang Digunakan
Pakaian yang digunakan, untuk pria
stelan berwarna hitam, untuk wanita gaun, kimono, atau pakaian daerah lainnya.
3. Mempersiapkan Hadiah
Pernikahan Berupa Uang
Mempersiapkan uang yang disebut
“Goshuugi” (hadiah ucapan selamat) yang dimasukan ke dalam amplop khusus yang
disebut “Shuugibukuro” (amplop yang berisi ucapan selamat) dan di depannya
bertuliskan nama pemberi uang. Kira-kira uang yang diberikannya adalah 20
ribu-30 ribu yen jika yang menikah adalah teman kantor. Goshuugi diberikan
kepada resepsionis yang berada di meja penerima tamu.
4. Sambutan & Pembawa
Acara (MC)
Jika diminta untuk memberikan
sambutan atau sebagai pembawa acara, ada beberapa kata yang tidak boleh
diucapkan, yaitu:
Wakareru (berpisah), owaru
(berakhir), hanareru (berjauhan), kiru (memotong) karena dikhawatirkan hal
tersebut akan terjadi dalam rumah tangga.
Misalnya:
- Ucapan penutup acara pernikahan
(X) Hiroen o owari ni shimasu (Kita
akhiri upacara ini) diganti menjadi
(O) Hiroen o ohiraki ni shimasu
(Kita tutup upacara ini).
- Ucapan ketika mempersilakan
memotong kue
(X) Wedingu keeki o kiru ( silakan
memotong kue) diganti menjadi
(O) Wedingu keeki ni naifu o ireru
(silakan memasukan pisau ke kue pernikahan).
5. Pesta Lanjutan (Nijikai)
Setelah upacara pernikahan selesai,
beberapa kerabat atau sahabat dekat akan diundang ke pesta lanjutan yang
disebut “Nijikai” (pesta resepsi).
6. Ucapan Perpisahan
Setelah upacara/ pesta pernikahan
selesai, kemudian berpamitan pada pengantin dengan mengucapkan salam
perpisahan.
Walaupun ada beberapa cara untuk merayakan pernikahan di Jepang, tetapi
kebanyakan pasangan mengikuti ritual tradisi Shinto. Shinto (cara-cara Dewa)
adalah kepercayaan tradisional masyarakat Jepang dan merupakan agama yang
paling populer di Jepang selain agama Budha. Hal tersebut juga membuktikan
bahwa kebanyakan masyarakat Jepang tidak meninggalkan kebudayaan tradisional
mereka.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Negara
Jepang itu memiliki keunikan dalam pernikahan adatnya. Bahkan dari baju, tat
arias sampai kata-kata yang harus di ucapkan pun memiiki adat dan tata caranya.
B. Saran
1)hendaknya
kita juga melestarikan budaya kita .
2)
Budaya masing-masing daerah memiliki perbedaan. Sehingga akan terciptanya suatu
wilayah satu kesatuan Indonesia yang utuh
DAFTAR PUSTAKA
Paainder, Geoffrey.2005.Teologi Seksual.Yogyakarta: PT LKIS
pelangu Aksara
0 Response to "pernikahan ala jepang"
Post a Comment